Sabtu, 20 April 2013

Filsafat Postmodern


FILSAFAT POSTMODERN[*]
Oleh: Khairul Muttaqin[†]

Pengertian Postmodern
Postmodern adalah refleksi kritis atas paradigma-paradigma modern dan atas metafisika pada umumnya.
Istilah Postmodern pertama kali dipakai dan diperkenalkan dalam wilayah seni oleh Federico de Onis pada tahun 1930-an. Istilah Postmodern dalam filsafat diperkenalkan oleh Francis Lyotard dalam bukunya: The Postmodern Condition; A Report on Knowledge yang terbit dalam bahasa Inggris tahun 1984.
Postmodern menurut beberapa tokoh:
1.    Pemutusan hubungan dengan modern (Lyotard, Gelder)
2.    Koreksi terhadap modern (Dafid Griffin)
3.    Bentuk radikal dari kemodernan yang bunuh diri (Baudrilard, Derrida, Foucault)
4.    Wajah arif kemodernan yang telah sadar diri (Giddens)
5.    Satu tahap proyek modernisme yang belum selesai (Habermas)

Postmodernisme, Postmodernitas dan Filsafat Postmodern
Postmodernisme adalah sebuah paham yang melawan modernisme (konsep berpikir). Postmodernitas merupakan situasi dan tata sosial produk teknologi informasi, globalisasi, konsumerisme yang berlebihan, pasar uang dan sebagainya. Sementara filsafat postmodern adalah filsafat yang sama sekali berbeda dengan filsafat modern.

Tokoh-Tokoh
1.    Francis Lyotard
Dalam era modern, kekuasaan telah terbagi-bagi dan tersebar berkat demokratisasi teknologi, seperti layaknya bidak catur. Cerita besar modernisme bagi Lyotard adalah kedok belaka. Dia menolak sama sekali semua yang terkait dengan modernisme.
Bahasa, bagi lyotard, bukanlah gejala tunggal karena sejarah dan karakter dasarnya adalah lokal dan spesifik. Baginya, yang tertinggal hanyalah beragam permainan bahasa dalam lingkungan ketegangan yang ditandai oleh menajamnya perbedaan, konflik dan sulitnya mencapai konsensus yang adil (hilangnya makna).

2.    Ferdinand De Saussure (Semiologi)
·         Signifie dan Signified
Signifie (penanda) adalah bunyi yang bermakna atau coretan yang bermakna (aspek material dari bahasa), sedangkan signified (petanda) adalah gambaran mental, pikiran atau konsep (aspek mental dari bahasa).
·         Langage, Parole dan Langue
Langage adalah fenomena bahasa secara umum. Parole adalah pemakaian bahasa yang individual (language use). Sedangkan langue adalah pemakaian bahasa oleh golongan bahasa tertentu.
·         Sinkroni dan Diakroni
Sinkroni adalah bertepatan dengan waktu (itu) dan lepas dari historis (ahistoris), sedangkan diakroni adalah menelusuri makna, peninjauan historis. Menurut De Saussure, linguistik harus melalui sinkroni sebelum diakroni.

3.    Charles Sander Pierce (Semiotika)
Tiga konsep semiotika:
·         Sintaksis semiotok adalah hubungan antarbenda, seperti teks dan gambar dalam iklan.
·         Semantik semiotik adalah hubungan antara tanda, obyek dan interpretant. Hal ini untuk melihat hubungan antara tanda non bahasa dalam iklan.
·         Pragmatik semiotik adalah hubungan antara pemakai tanda dan pemakaian tanda.

4.    Martin Heidegger (Hermeneutika)
Hermeneutika adalah penafsiran tentang "Ada" sekaligus dengan cara sang "Ada" itu menampilkan dirinya. Bahasa merupakan cara manusia berada yang khas, maka obyek utama hermeneutika adalah segala bentuk permainan bahasa yang memungkinkan manusia memahami dunia dengan dirinya sendiri.
Hermeneutika bukan ilmu (mencari dasar bagi keabsahan klaim ilmiah atas kebenaran), melainkan meneropong bagaimana terjadinya dan bekerjanya pola pemahaman ilmiah.
Hermeneutika bukan epistemologi (disiplin teoritis yang menentukan syarat-syarat untuk mengklaim kebenaran yang sah), melainkan penggalian reflektif atas keterbatasan setiap klaim tentang kebenaran.

5.    Jacques Derrida (Dekontruksi)
Tanda adalah gunungan realitas yang menyembunyikan ideolgi yang membentuk atau dibentuk oleh makna. Jika filosof sebelumnya mengasumsikan "Ada dipahami sebagai kehadiran" (logosentrisme) maka Derrida memahami "kehadiran itu dalang rangka jaringan tanda, kehadiran dimengerti berdasarkan sistem tanda. Jika dikatakan "tanya saja pada Jhon" maka kata "Jhon" menunjuk pada orang yang tidak hadir dan seakan menghadirkannya.
Tidak seperti filosof strukturalisme sebelumnya yang mengatakan bahwa "penanda mendahului petanda", Derrida menganggap tanda sebagai trace (bekas) yang mendahuli petanda.
Baginya, pada akhirnya bahasa dan kata-kata adalah kosong belaka, dalam arti tidak menunjuk pada sesuatu apapun selain pada maknanya sendiri dan makna itu sendiri tidak lain hanyalah perbedaan arti yang dimungkinkan oleh sistem lawan kata.
Dengan dekontruksi, cerita besar modernitas dipertanyakan, dirongrong dan disingkap sifat paradoksnya. Modrnisme hendak ditampilkan tanpa kedok .

6.    Michel Foucault (Arkeologi Pengetahuan)
Setiap zaman mempunyai episteme[‡] tertentu yang merupakan fundamen epistemologis bagi zaman itu. Episteme itu mejadikan zaman itu berbeda dengan zaman yang lain (diskontinuitas dalam sejarah). Foucault berusaha menggali episteme-episteme yang menentukan berbagai zaman. Itulah yang disebut dengan "arkeologi pengetahuan".
Sekumpulan pernyataan yang bersifat diskontinuitas disebut dengan "diskursus". Untuk menyelidiki diskursus, Foucault memiliki konsep:
·      Positivitas (yang menandai kesatuan diskursus dalam satu periode)
·      Apriori historis (syarat-syarat atau aturan-aturan yang menentukan diskursus)
·      Arsip (endapan domumen masa lampau)
Pengetahuan dan kekuasaan seperti dua sisi mata uang, tidak ada pengetahuan tanpa kekuasaan. Adapun pendapat Foucault tentang kuasa adalah:
·      Kuasa bukanlah milik tapi strategi
·      Kuasa tidak dapat dilokalisasi tetapi terdapat di mana-mana
·      Kuasa tidak selalu selalu bekerja melalui penindasan atau represi tetapi terutama normalisasi (sesuai atau mengadakan norma) dan regulasi (menyesuaikan atau mengadakan aturan-aturan)
·      Kuasa tidak bersifat destruktif (menghancurkan) tetapi produktif (menghasilkan sesuatu).

7.    Jean Baudrilard (Teori Simulasi)
Tanda merupakan kontruksi simulasi suatu realitas. Dalam dunia simulasi, bukan realitas yang menjadi cerminan kenyataan tetapi model-model seperti boneka barbie, tokoh-tokoh televisi dll. Tokoh-tokoh itu nampak lebih dekat ketimbang tetangga sendiri.
Perkembangan iptek seperti micro processor, memori bank, remote control, telecard, laser disc dan internet telah menciptakan relitas baru dengan citra-citra buatan. Citra-citra itu lebih meyakinkan ketimbang fakta, lebih dipercaya ketimbang kenyataan sehari-hari.
Akhirnya, nilai-guna dan nilai-tukar telah tergantikan oleh nilai nilai-tanda (makna) dan nilai simbol. Jadi citra, simbol dan sistem tanda lebih diperhatikan ketimbang manfaat dan harga.

8.    Fritjof Capra (Holistisisme)
Capra meletakkan pengetahuan intuitif di atas pengetahuan rasional dan riset rasional. Capra juga mengadopsi panteisme dan mistisisme timur sebagai paradigma sains yang memandang seluruh keberadaan sebagai keberadaan tunggal, hal ini karena atompun juga berkaitan erat satu sama lain dan saling bergantung.
Karena realitas itu tunggal maka, bagi capra, tidak ada fenomena-fenomena yang saling bertentangan satu sama lain.



[*] Disampaikan dalam Sekolah Filsafat oleh Keluarga Mahasiswa Alumni Nurul Jadid (KAMANURJA) Surabaya pada tanggal 20 September 2011
[†] Penulis adalah mantan anggota dan pengurus KAMANURJA Surabaya
[‡] Episteme adalah lapisan dasar yang menentukan periode kultural tertentu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar